Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Nama saya Siti Zubaidah, S.Pd CGP Angkatan 9 dari Kab. Pringsewu.
Tempat tugas di SMAN 1 Pardasuka. Pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan
koneksi antar materi dari :
1. modul 1.1 tentang
filosofi pemikiran ki hajar dewantara,
2.
modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak
3.
modul 1.3 tentang visi guru penggerak
4.
modul 1.4 tentang budaya positif.
Narasi tentang koneksi antar materi ini dipandu dengan
pertanyaan yang tercetak tebal sebagai pertanyaan pemantiknya dan point penting.
Simak dengan baik pemaparannya berikut ini:
Sejauh mana pemahaman Anda tentang
konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin
positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan,
posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga
restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?
Yang
kita fahami selama ini dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai
menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan
kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Padahal disiplin merupakan sesuatu hal yang perlu ditanamkan pada diri setiap
individu.
Pada
pokok bahasan lain banyak sekali informasi–informasi baru yang menyadarkan diri
saya bahwa dalam mendidik anak terdapat nilai–nilai yang harus diterapkan dalam
menciptakan budaya positif. Sebagi contoh pada materi posisi kontrol guru,
berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan
ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun
atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum,
Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Selama ini posisi
saya berada pada penghukum dan pembuat rasa bersalah. Tentunya hal ini sangat
bertentangan dengan filosofi pembelajaran yang diinginkan oleh ki hajar dewantara
dimana kita harus bisa memanusiakan manusia dan menuntun kodrat anak sesuai
dengan zamannya. Dalam memberikan pelayanan ke siswa/ mempunishment kita
sebagai guru harus bisa berada pada posisi manager, ada langkah dan tahapan
yang harus kita lakukan dalam mendidik anak terkait dengan kesalahan yang
mereka buat.
Hal
kedua yang tak terduga selama mempelajari modul 1.4 yaitu terkait keyakinan
kelas, selama ini saya hanya berpikir bahwa tidak ada suatu keyakinan namun
hanya sebatas aturan kelas, ternyata dua hal tersebut merupakan sesuatu yang
berbeda, keyakinan kelas merupakan suatu kesepakatan yang tidak tertulis
namun dipahami oleh seluruha anggota kelas yang wajib dipatuhi tanpa perlu ada
dorongan dari luar dan rasa itu muncul dari diri siswa sendiri. Pada materi
segitiga restitusi kita diajarkan menyelesaikan kasus yang biasa terjadi di
sekolah dengan tahapan dari menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan
yang salah dan menanyakan keyakinan, dimana selama ini saya hanya langsung
menjatuhkan hukuman tanpa mengikuti langkah dari segitiga restitusi tersebut.
Informasi yang saya peroleh dari modul 1.4 linier dengan
pemahaman pada materi sebelumnya, dimana untuk mewujudkan pemikiran KHD dapat
menerapkan informasi dalam materi budaya positif, nilai dan peran guru
penggerak dapat terwujud dengan dukungan dari penerapan budaya positif.
Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir
Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah
mempelajari modul ini?
Perubahan
yang terjadi setelah mempelajari modul budaya positif yaitu memperbaiki
kesalahan dalam mendidik murid di sekolah, kita tahu bahwa pasti setiap hari
akan ada anak yang berbuat salah. Kita sebagai guru harus tau bahwa kesalahan
yang diperbuat oleh anak tersebut dapat diperbaiki melalui penerapan budaya
positif. Sebagai seorang pendidik harus bisa memahami kebutuhan dasar anak
terlebih dahulu supaya bisa dicari akar permasalahan si anak tersebut melakukan
kesalahan.
Selain
itu budaya positif harus segera diterapkan karena dengan kita menerapkan budaya
positif tujuan pendidikan dapat segera terwujud, tentunya hal ini harus
dibarengi dengan kesadaran dari seluruh warga sekolah, poin utama pada
penerapan budaya positif yaitu dimulai dari menciptkana kebiasaan positif
yang akan berdampak pada terciptanya budaya positif di sekolah.
Pengalaman seperti apakah yang
pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya
Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Pengalaman
yang saya alami terkait penerapan budaya positif yaitu rasa keinginan untuk
menyelesaikan suatu masalah dengan penerapan budaya positif, namun seringkali
masalah tersebut berbenturan dengan aturan sekolah yang menurut pendapat saya
kita tidak bisa menerapkan segitiga restitusi pada kasus–kasus tertentu.
Semisal, anak yang terlibat criminal, apakah cukup dengan menerapkan segitiga
restitusi? Hal inilah yang akan saya bangun dengan menyadarkan seluruh komponen
warga sekolah untuk bertindak prefentif dalam menekan masalah yang timbul di
sekolah. Saya berkeinginan untuk memposisikan diri sebagai manager, namun
kebiasaan dan budaya disekolah saat ini masih menerapkan hukuman sebagai
tindakan yang paling efektif dalam menerapkan kedisiplinan pada anak.
Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami
hal-hal tersebut?
Perasaan
saya selama ini dalam mendisiplinkan siswa masih berada pada tingkatan sebagai
penghukum dalam posisi kontrol. Saya memiliki keinginan untuk memposisikan diri
sebagai seorang manager, berusaha memperbaiki kesalahan yang sudah saya lakukan
pada waktu sebelumnya. Dengan menempatkan diri sebagai seorang manager
rasanya bahagia ketika kita mampu mendisiplinkan anak sesuai dengan langkah
terbaik supaya siswa memiliki nilai budaya positif dari dalam dirinya, bukan
bersikap disiplin karena ada stimulus atau rangsangan dari luar. Perasaan saya
lebih tertantang untuk mengimplementasikan posisi sebagai pendidik sebagai
menejer dan menerangkan segitiga restitusi dalam meyelesaikan beberapa kasus
indisiplioner peserta didik. Karena dengan menempatkan kepada peserta didik
untuk melatih mempertanggungjawabkan perilaku dan mendukung menemukan solusi
atas permasalahannya.
Menurut Anda, terkait pengalaman dalam
penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang
perlu diperbaiki?
Menurut
saya sekolah saya sudah menerapkan budaya positif di sekolah, hal itu
diwujudkan dengan kegiatan kegiatan budaya positif seperti sambut siswa, sholat
berjamaah bersama dan hal hal kolaboratif lainnya yang dapat membentuk karakter
budaya positif. Hal yang perlu kembangkan lebih lanjut yaitu terkait sosialisasi
nilai kebajikan yang harus dimiliki setiap anak serta keyakinan kelas,
karena masih banyak guru dan murid belum memahami perbedaan keyakinan kelas dan
aturan kelas. Hal yang perlu diperbaiki yaitu terkait posisi kontrol, selama
ini masih berada pada posisi penghukum dan pembuat rasa bersalah, kedepan saya
berkeinginan berada posisi sebagai manager dalam menyelesaikan masalah pada
anak.
Sebelum mempelajari modul ini, ketika
berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang
paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah
mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana
perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?
Sebelum
saya mempelajari modul posisi kontrol, posisi saya yang sering saya terapkan
ketika berinteraksi dengan siswa adalah sebagai penghukum dan pembuat rasa
bersalah. Perasaan saya saat itu merasa 2 hal itu merupakan cara yang sudah
benar dan terbaik karena selama ini semasa sekolah dan awal menjadi seorang
guru hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang menjadi budaya. Selain itu cara
yang saya terapkan kadang membuahkan hasil, terkadang gagal bahkan peristiwa
yang sama terulang kembali alias bersifat sementara.
Setelah
mempelajari teori posisi kontrol posisi yang saya gunakan yaitu sebagi pemantau
dan manager, perasaan yang saya alami yaitu saya menjadi lebih tenang,
siswa lebih mudah menerima dan sadar tentang kesalahan yang dia perbuat
sehingga siswa menjadi tergerak hatinya untuk berubah dari dalam dirinya
sendiri, bukan dari paksaan atau rangsangan dari luar. Perbedaan yang
paling menonjol yaitu tentang peristiwanya, jika kita memposisikan diri sebagai
penghukum, maka perubahan siswa hanya bersifat sementara, sedangkan ketika kita
memposisikan diri sebagai manager, maka siswa akan tergerak hatinya untuk
berbuat dan memperbaiki kesalahan dan perubahan tersebut tidak bersifat
sementara.
Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
Sebelumnya
saya sudah melakukan langkah segitiga restitusi namun tidak secara urut dan
benar, dalam hal ini saya melakukan hanya sebatas memvalidasi tindakan yang
salah yang dilanjutkan dengan proses menghukum, sehingga 2 langkah segitiga
restitusi yang lainnya tidak dilakukan. Jadi hanya saya tanyakan kesalahannya
dan langsung saya hukum tanpa memperhatikan kedua tahapan yang lain (menstabilkan identitas dan menanyakan keyakinan)
Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam
modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam
proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Dalam
proses menciptakan budaya positif selain filosofi Ki Hajar dewantara, budaya
positif juga berkaitan erat dengan nilai dan peran guru penggerak serta visi
guru penggerak. Peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan
mewujudkan kepemimpinan murid sangat perlu dilakukan. Selain itu Peran sebagai
pemimpin pembelajaran adalah memberikan lingkungan dan kondisi yang
menyenangkan bagi siswa, melalui keyakinan kelas akan menciptakan lingkungan
yang menyenangkan bagi siswa dalam belajar, tidak hanya berpedoman pada aturan
kelas.
Hal
itu terjadi karena keyakinan kelas dibuat oleh seluruh warga kelas dan
disepakati secara bersama. Selain siswa lebih merasa nyaman dibandingkan dengan
peraturan kelas yang penuh dengan hukuman dan sangsi. Selain melalui keyakinan
kelas, restitusi dapat mendidik siswa untuk mandiri dan bertanggung jawab untuk
mengatasi masalahnya sesuai dengan keyakinan sekolah yang diyakininyasudah
dipahami oleh siswa. Dengan menciptakan budaya positif dimana guru berperan
sebagai manajer dalam menghadapi murid, sehingga murid mampu menjadi manajer
bagi dirinya sendiri. Tindakan sebagai penghukum juga harus segera ditingkatkan
menjadi manager, dengan mengurangi posisi kita sebagai penghukum maka siswa akan
jadi lebih nyaman dalam menjalani kegiatan belajar mengajar, selain itu budaya
positif juga akan dapat mudah terlaksana jika mendapat dukungan dari semua
pihak warga sekolah.
Demikian
pemaparan tentang koneksi antar materi pada modul 1.4 Budaya Positif,
selanjutnya kita akan melihat tabel rencana aksi langkah dan strategi yang
lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di
sekolah. Rencana tersebut dituangkan dalam tabel berikut ini;
Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata
Judul Modul
: Pembuatan
Keyakinan Kelas dan Penerapan Segitiga Restitusi sebagai perwujudan budaya
positif di SMA Negeri 1 Pardasuka
Nama
Peserta : Guru dan
Karyawan SMA Negeri 1 Pardasuka
Latar Belakang
Visi
SMA Negeri 1 Pardasuka yaitu Mewujudkan murid yang Smart Inovatif Gotong royong
Elaboratif Religius Mandiri Aktif Sopansantun (SIGER MAS). Dalam pembentukan
insan yang sesuai visi tersebut harus disadari bersama membutuhkan suatu
penerapan budaya positif. Penerapannya yaitu dengan cara membiasakan hal
positif sehingga dari kebiasaan tersebut menjadi sebuah budaya yang dipahami
semua orang.
Menghilangkan
hukuman yang akan membuat murid merasa tidak nyaman dan menyebabkan murid hanya
patuh ketika berada di sekolah saja, dan mengurangi penghargaan untuk merubah
karakter murid. Untuk menerapkan disiplin positif, kunci utama nya adalah
dengan dirumuskannya keyakinan sekolah dan keyakinan kelas. Murid harus
mengetahui dan memahami keyakinan sekolah, karena dengan mengetahui dan
memahami apa yang akan di yakini, akan muncul motivasi intrinsik pada diri
murid untuk melaksanakan disiplin positif. Selain merumuskan keyakinan sekolah
dan kelas, untuk mewujudkan budaya positif di sekolah, guru dan karyawan sekolah
harus menggunakan cara–cara yang mampu melatih kemandirian murid dalam
menyelesaikan masalahnya dengan cara menerapkan restitusi dengan tahapan
segitiga restitusi.
Tujuan
1. Terwujudnya budaya
positif melalui pemahaman bersama tentang penerapan keyakinan sekolah dan
keyakinan kelas sebagai wujud kesepakatan bersama.
2. Penerapan segitiga
restitusi dalam penyelesaian masalah murid di sekolah.
3. Menciptakan kenyamanan
belajar bagi murid dengan menerapkan posisi kontrol manager.
4. Membangun komunikasi 2
arah dengan murid sehingga mampu mengetahui kebutuhan dasar yang dinginkan
murid.
Tolok Ukur
1. Terdapat poster keyakinan
kelas, pada masing-masing kelas
2. Guru/karyawan dapat
menerapkan segitiga restitusi dalam menangani permasalahan siswa
Linimasa Tindakan yang akan dilakukan :
1. Menyusun modul dan
mendesiminasikan budaya positif kepada rekan sejawat baik guru maupun karyawan
2. Melapor kepada kepala
sekolah terkait program kerja yang ingin dicapai
3. Menyusun rencana kerja
penerapan keyakinan sekolah dan kelas serta restitusi menyusun indikator
ketercapaian penerapan keyakinan sekolah/kelas dan restitusi
4. Terdapat poster atau
bagan tentang keyakinan kelas
5. Mengevaluasi rencana
program kerja dan mengevaluasi serta menyusun umpan balik 360 derajat terkait
program yang telah dirancang
Dukungan yang dibutuhkan
1. Dukungan dari kepala
sekolah
2. Keikutsertaan guru dan
karyawan dalam menerapkan posisi kontrol dan segitiga restitusi
3. Bekerja sama dengan
karyawan bagian perlengkapan untuk program kerja yang dimulai dari deseminasi
hingga penerapan di kelas
4. Membangung komunikasi
dengan seluruh warga di sekolah terkait program kerja yang telah disusun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar