Kamis, 19 Oktober 2023

Koneksi Antar Materi Modul 1.4

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Nama saya Siti Zubaidah, S.Pd CGP Angkatan 9 dari Kab. Pringsewu. Tempat tugas di SMAN 1 Pardasuka. Pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan koneksi antar materi dari :

1.   modul 1.1 tentang filosofi pemikiran ki hajar dewantara,

2.   modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak

3.   modul 1.3 tentang visi guru penggerak

4.   modul 1.4 tentang budaya positif.

Narasi tentang koneksi antar materi ini dipandu dengan pertanyaan yang tercetak tebal sebagai pertanyaan pemantiknya dan point penting. Simak dengan baik pemaparannya berikut ini:

 

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Yang kita fahami selama ini dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan. Padahal disiplin merupakan sesuatu hal yang perlu ditanamkan pada diri setiap individu.

Pada pokok bahasan lain banyak sekali informasi–informasi baru yang menyadarkan diri saya bahwa dalam mendidik anak terdapat nilai–nilai yang harus diterapkan dalam menciptakan budaya positif. Sebagi contoh pada materi posisi kontrol guru, berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Selama ini posisi saya berada pada penghukum dan pembuat rasa bersalah. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan filosofi pembelajaran yang diinginkan oleh ki hajar dewantara dimana kita harus bisa memanusiakan manusia dan menuntun kodrat anak sesuai dengan zamannya. Dalam memberikan pelayanan ke siswa/ mempunishment kita sebagai guru harus bisa berada pada posisi manager, ada langkah dan tahapan yang harus kita lakukan dalam mendidik anak terkait dengan kesalahan yang mereka buat.

Hal kedua yang tak terduga selama mempelajari modul 1.4 yaitu terkait keyakinan kelas, selama ini saya hanya berpikir bahwa tidak ada suatu keyakinan namun hanya sebatas aturan kelas, ternyata dua hal tersebut merupakan sesuatu yang berbeda, keyakinan kelas merupakan suatu kesepakatan yang tidak tertulis namun dipahami oleh seluruha anggota kelas yang wajib dipatuhi tanpa perlu ada dorongan dari luar dan rasa itu muncul dari diri siswa sendiri. Pada materi segitiga restitusi kita diajarkan menyelesaikan kasus yang biasa terjadi di sekolah dengan tahapan dari menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan, dimana selama ini saya hanya langsung menjatuhkan hukuman tanpa mengikuti langkah dari segitiga restitusi tersebut.

Informasi yang saya peroleh dari modul 1.4 linier dengan pemahaman pada materi sebelumnya, dimana untuk mewujudkan pemikiran KHD dapat menerapkan informasi dalam materi budaya positif, nilai dan peran guru penggerak dapat terwujud dengan dukungan dari penerapan budaya positif.

 


Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Perubahan yang terjadi setelah mempelajari modul budaya positif yaitu memperbaiki kesalahan dalam mendidik murid di sekolah, kita tahu bahwa pasti setiap hari akan ada anak yang berbuat salah. Kita sebagai guru harus tau bahwa kesalahan yang diperbuat oleh anak tersebut dapat diperbaiki melalui penerapan budaya positif. Sebagai seorang pendidik harus bisa memahami kebutuhan dasar anak terlebih dahulu supaya bisa dicari akar permasalahan si anak tersebut melakukan kesalahan.

Selain itu budaya positif harus segera diterapkan karena dengan kita menerapkan budaya positif tujuan pendidikan dapat segera terwujud, tentunya hal ini harus dibarengi dengan kesadaran dari seluruh warga sekolah, poin utama pada penerapan budaya positif yaitu dimulai dari menciptkana kebiasaan positif yang akan berdampak pada terciptanya budaya positif di sekolah.

 

 

Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

Pengalaman yang saya alami terkait penerapan budaya positif yaitu rasa keinginan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan penerapan budaya positif, namun seringkali masalah tersebut berbenturan dengan aturan sekolah yang menurut pendapat saya kita tidak bisa menerapkan segitiga restitusi pada kasus–kasus tertentu. Semisal, anak yang terlibat criminal, apakah cukup dengan menerapkan segitiga restitusi? Hal inilah yang akan saya bangun dengan menyadarkan seluruh komponen warga sekolah untuk bertindak prefentif dalam menekan masalah yang timbul di sekolah. Saya berkeinginan untuk memposisikan diri sebagai manager, namun kebiasaan dan budaya disekolah saat ini masih menerapkan hukuman sebagai tindakan yang paling efektif dalam menerapkan kedisiplinan pada anak.


Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Perasaan saya selama ini dalam mendisiplinkan siswa masih berada pada tingkatan sebagai penghukum dalam posisi kontrol. Saya memiliki keinginan untuk memposisikan diri sebagai seorang manager, berusaha memperbaiki kesalahan yang sudah saya lakukan pada waktu sebelumnya. Dengan menempatkan diri sebagai seorang manager rasanya bahagia ketika kita mampu mendisiplinkan anak sesuai dengan langkah terbaik supaya siswa memiliki nilai budaya positif dari dalam dirinya, bukan bersikap disiplin karena ada stimulus atau rangsangan dari luar. Perasaan saya lebih tertantang untuk mengimplementasikan posisi sebagai pendidik sebagai menejer dan menerangkan segitiga restitusi dalam meyelesaikan beberapa kasus indisiplioner peserta didik. Karena dengan menempatkan kepada peserta didik untuk melatih mempertanggungjawabkan perilaku dan mendukung menemukan solusi atas permasalahannya.


Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Menurut saya sekolah saya sudah menerapkan budaya positif di sekolah, hal itu diwujudkan dengan kegiatan kegiatan budaya positif seperti sambut siswa, sholat berjamaah bersama dan hal hal kolaboratif lainnya yang dapat membentuk karakter budaya positif. Hal yang perlu kembangkan lebih lanjut yaitu terkait sosialisasi nilai kebajikan yang harus dimiliki setiap anak serta keyakinan kelas, karena masih banyak guru dan murid belum memahami perbedaan keyakinan kelas dan aturan kelas. Hal yang perlu diperbaiki yaitu terkait posisi kontrol, selama ini masih berada pada posisi penghukum dan pembuat rasa bersalah, kedepan saya berkeinginan berada posisi sebagai manager dalam menyelesaikan masalah pada anak.


Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini,  posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya? 

Sebelum saya mempelajari modul posisi kontrol, posisi saya yang sering saya terapkan ketika berinteraksi dengan siswa adalah sebagai penghukum dan pembuat rasa bersalah. Perasaan saya saat itu merasa 2 hal itu merupakan cara yang sudah benar dan terbaik karena selama ini semasa sekolah dan awal menjadi seorang guru hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang menjadi budaya. Selain itu cara yang saya terapkan kadang membuahkan hasil, terkadang gagal bahkan peristiwa yang sama terulang kembali alias bersifat sementara.

Setelah mempelajari teori posisi kontrol posisi yang saya gunakan yaitu sebagi pemantau dan manager, perasaan yang saya alami yaitu saya menjadi lebih tenang, siswa lebih mudah menerima dan sadar tentang kesalahan yang dia perbuat sehingga siswa menjadi tergerak hatinya untuk berubah dari dalam dirinya sendiri, bukan dari paksaan atau rangsangan dari luar. Perbedaan yang paling menonjol yaitu tentang peristiwanya, jika kita memposisikan diri sebagai penghukum, maka perubahan siswa hanya bersifat sementara, sedangkan ketika kita memposisikan diri sebagai manager, maka siswa akan tergerak hatinya untuk berbuat dan memperbaiki kesalahan dan perubahan tersebut tidak bersifat sementara.


Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Sebelumnya saya sudah melakukan langkah segitiga restitusi namun tidak secara urut dan benar, dalam hal ini saya melakukan hanya sebatas memvalidasi tindakan yang salah yang dilanjutkan dengan proses menghukum, sehingga 2 langkah segitiga restitusi yang lainnya tidak dilakukan. Jadi hanya saya tanyakan kesalahannya dan langsung saya hukum tanpa memperhatikan kedua tahapan yang lain (menstabilkan identitas dan menanyakan keyakinan)


Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Dalam proses menciptakan budaya positif selain filosofi Ki Hajar dewantara, budaya positif juga berkaitan erat dengan nilai dan peran guru penggerak serta visi guru penggerak. Peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan mewujudkan kepemimpinan murid sangat perlu dilakukan. Selain itu Peran sebagai pemimpin pembelajaran adalah memberikan lingkungan dan kondisi yang menyenangkan bagi siswa, melalui keyakinan kelas akan menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi siswa dalam belajar, tidak hanya berpedoman pada aturan kelas.

Hal itu terjadi karena keyakinan kelas dibuat oleh seluruh warga kelas dan disepakati secara bersama. Selain siswa lebih merasa nyaman dibandingkan dengan peraturan kelas yang penuh dengan hukuman dan sangsi. Selain melalui keyakinan kelas, restitusi dapat mendidik siswa untuk mandiri dan bertanggung jawab untuk mengatasi masalahnya sesuai dengan keyakinan sekolah yang diyakininyasudah dipahami oleh siswa. Dengan menciptakan budaya positif dimana guru berperan sebagai manajer dalam menghadapi murid, sehingga murid mampu menjadi manajer bagi dirinya sendiri. Tindakan sebagai penghukum juga harus segera ditingkatkan menjadi manager, dengan mengurangi posisi kita sebagai penghukum maka siswa akan jadi lebih nyaman dalam menjalani kegiatan belajar mengajar, selain itu budaya positif juga akan dapat mudah terlaksana jika mendapat dukungan dari semua pihak warga sekolah.

Demikian pemaparan tentang koneksi antar materi pada modul 1.4 Budaya Positif, selanjutnya kita akan melihat tabel rencana aksi langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah. Rencana tersebut dituangkan dalam tabel berikut ini;

 

 

 

Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata

Judul Modul            : Pembuatan Keyakinan Kelas dan Penerapan Segitiga Restitusi sebagai perwujudan budaya positif di SMA Negeri 1 Pardasuka

Nama Peserta          : Guru dan Karyawan SMA Negeri 1 Pardasuka

Latar Belakang

Visi SMA Negeri 1 Pardasuka yaitu Mewujudkan murid yang Smart Inovatif Gotong royong Elaboratif Religius Mandiri Aktif Sopansantun (SIGER MAS). Dalam pembentukan insan yang sesuai visi tersebut harus disadari bersama membutuhkan suatu penerapan budaya positif. Penerapannya yaitu dengan cara membiasakan hal positif sehingga dari kebiasaan tersebut menjadi sebuah budaya yang dipahami semua orang.

Menghilangkan hukuman yang akan membuat murid merasa tidak nyaman dan menyebabkan murid hanya patuh ketika berada di sekolah saja, dan mengurangi penghargaan untuk merubah karakter murid. Untuk menerapkan disiplin positif, kunci utama nya adalah dengan dirumuskannya keyakinan sekolah dan keyakinan kelas. Murid harus mengetahui dan memahami keyakinan sekolah, karena dengan mengetahui dan memahami apa yang akan di yakini, akan muncul motivasi intrinsik pada diri murid untuk melaksanakan disiplin positif. Selain merumuskan keyakinan sekolah dan kelas, untuk mewujudkan budaya positif di sekolah, guru dan karyawan sekolah harus menggunakan cara–cara yang mampu melatih kemandirian murid dalam menyelesaikan masalahnya dengan cara menerapkan restitusi dengan tahapan segitiga restitusi.

Tujuan

1.   Terwujudnya budaya positif melalui pemahaman bersama tentang penerapan keyakinan sekolah dan keyakinan kelas sebagai wujud kesepakatan bersama.

2.   Penerapan segitiga restitusi dalam penyelesaian masalah murid di sekolah.

3.   Menciptakan kenyamanan belajar bagi murid dengan menerapkan posisi kontrol manager.

4.   Membangun komunikasi 2 arah dengan murid sehingga mampu mengetahui kebutuhan dasar yang dinginkan murid.

Tolok Ukur

1.   Terdapat poster keyakinan kelas, pada masing-masing kelas

2.   Guru/karyawan dapat menerapkan segitiga restitusi dalam menangani permasalahan siswa

Linimasa Tindakan yang akan dilakukan :

1.   Menyusun modul dan mendesiminasikan budaya positif kepada rekan sejawat baik guru maupun karyawan

2.   Melapor kepada kepala sekolah terkait program kerja yang ingin dicapai

3.   Menyusun rencana kerja penerapan keyakinan sekolah dan kelas serta restitusi menyusun indikator ketercapaian penerapan keyakinan sekolah/kelas dan restitusi

4.   Terdapat poster atau bagan tentang keyakinan kelas

5.   Mengevaluasi rencana program kerja dan mengevaluasi serta menyusun umpan balik 360 derajat terkait program yang telah dirancang

 

Dukungan yang dibutuhkan

1.   Dukungan dari kepala sekolah

2.   Keikutsertaan guru dan karyawan dalam menerapkan posisi kontrol dan segitiga restitusi

3.   Bekerja sama dengan karyawan bagian perlengkapan untuk program kerja yang dimulai dari deseminasi hingga penerapan di kelas

4.   Membangung komunikasi dengan seluruh warga di sekolah terkait program kerja yang telah disusun.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Prinsip Menggambar Model

Konsep dan Prosedur Menggambar Model      Model bentuk tiga dimensi meliputi benda berbentuk kubis seperti meja, kursi, lemari, bak sampah...