Mahasiswa dan warga Papua di Asrama Mahasiswa Papua, Kamasan I di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, mendapatkan aksi pengepungan dari sejumlah organisasi masyarakat dan aparat Kepolisian pada Jumat (15/7). Kejadian tersebut bermula saat mahasiswa Papua yang menamai diri Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) membuat rangkaian acara pada tanggal 13-16 Juli 2016.
Acara tersebut dalam rangka mendukung ULMWP (United Lebration Movment For West Papua) untuk bergabung di Melanesian Spearhead Grup (MSG) yang sedang melakukan Konferensi Tingkat Tinggi di Honiara, Solomon Island 13-15 Juli. PRPPB semula berencana melakukan aksi long march dengan rute Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kusumanegara ke Titik Nol KM di Jalan Panembahan Senopati pukul 09.00 WIB.
Tetapi sebelum long march dilakukan, ratusan personel kepolisian sudah mengepung asrama tersebut. Mahasiswa didorong masuk ke dalam asrama. Selain mendukung pembebasan Papua Barat, sedianya tuntutan yang akan disampaikan pada long march mahasiswa Papua di Yogyakarta adalah mencabut izin perusahaan perusahaan asing di tanah Papua.Tidak hanya dukungan untuk Papua Barat, tuntutan mereka juga adalah menarik seluruh pasukan TNI dan Polisi dari pulau tambang emas itu.
Jalan yang menjadi akses untuk menuju lokasi aksi pun diblokir. Tak hanya itu, pintu gerbang dan pintu belakang asrama di blokade truk polisi pada pukul 07.00 WIB. Ketua umum aliansi mahasiswa Papua, Jefry Wenda mengatakan, pengadangan yang dilakukan sangat tidak menghormati hak asasi bahkan menjurus ke penganiayaan. "Diadang untuk sampaikan aspirasi. Sempat terjadi baku dorong. Ormas mengganggu masa aksi, pagi sampai sore mereka diadang di asrama mahasiswa Papua," ujar Jefry di kantor Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta, Sabtu (16/7).
Padahal sehari sebelumnya, Rabu (13/7) PRPPB ini telah mengajukan surat permohonan mengadakan long march ke Polda Yogyakarta. Di samping itu, aksi yang akan dilakukan menurut Jefry merupakan aksi damai bukan aksi demo yang identik dengan kekerasan. Selang satu jam, sekitar pukul 10.00 WIB, mahasiswa Papua menggelar orasi politik di halaman asrama karena rencana aksi long march digagalkan. Setelah orasi, sejumlah ormas mendatangi asrama itu sambil mengucapkan kata-kata rasialis dan nama-nama hewan.
Ada sekitar empat organisasi yang datang. Diantaranya, Pemuda Pancasila, Paksi Katon, Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI Polri Indonesia dan Laskar Jogja. Jefry mengatakan saat pengepungan terjadi, pasokan makanan dan minuman atau kebutuhan lainnya pun ditahan oleh ormas yang berjaga di sana. Alhasil, Sekita 150 mahasiswa yang terkepung mulai kelaparan pukul 14.00 WIB. Ubi yang dibeli di Pasar Giwangan disita polisi bersama penangkapan tujuh orang pembelinya.
"Beberapa ormas (berjaga) di lingkungan sekitar. Mahasiswa yang datang ke sana ditanya, kamu tujuannya apa ke sini? kemudian polisi menahan makanan itu ada pula yang menghajar semena-mena," jelasnya.
Secara terpisah, Pengacara publik LBH, Veronica Koman menyebut masyarakat Yogya turut ikut membantu menyalurkan bantuan berupa stok makanan ataupun minum menggunakan mobil PMI. Makanan baru bisa masuk ke asrama mahasiswa Papua pada pukul 21.00 WIB. "Itu bukan masyarakat Yogya. Mereka (masyarakat Yogyakarta) malah bantu mereka yang terkepung dengan mengirimkan bantuan makanan ataupun minuman," terang Veronica.
Kemudian, pada Sabtu (16/7) dini hari, aparat kepolisian menangkap delapan mahasiswa Papua. Dari delapan korban tersebut satu orang dijadikan tersangka. Humas Polisi Daerah (Polda) DIY, AKBP Anny Pudjiastuti menjelaskan, satu orang yang dijadikan tersangka tersebut bernama Obi Kogoya. Obi Kogoya dijadikan tersangka karena membawa satu panah. "Satu orang dijadikan tersangka karena terbukti membawa satu panah. Tersangka tersebut dibebaskan dengan syarat wajib lapor," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar