Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh...
Perkenalkan
nama saya Siti Zubiadah, Calon Guru Penggerak angkatan 9 dari SMAN 1 Pardasuka,
Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Saya akan menyampaikan Kesimpulan dan
Refleksi Modul 1.1 yang berisi tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Ki
Hajar Dewantara lahir
di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta,
ia lahir dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Sebagai keturunan
ningrat, Soewardi kecil berkesempatan menempuh pendidikan bersama anak-anak
bangsa Eropa di Hindia Belanda. [1]
Ki Hajar Dewantara adalah tokoh
pendidikan nasional yang pemikiran-pemikirannya telah mengubah dunia pendidikan
di Indonseia sejak zaman kolonial. Lahirnya Taman Siswa pada tahun 1922 sebagai
gerbang emas kemerdekaan dan kebebasan kebudayaan bangsa. Taman siswa ada
sebagai jiwa rakyat untuk merdeka dan bebas. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang
menjadi trilogy pendidikan Indonesia adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya
Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.
Menurut Ki Hajar Dewantara,
mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus
memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental , jasmani
dan rohani. Pendidikan merupakan kunci dari peradaban manusia. Pendidikan
adalah tempat persamaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat.[2]
Pendidikan dan pengajaran yang berguna adalah pendidikan yang memerdekakan
manusia. Manusia yang merdeka adalah manusia yang mampu berdiri sendiri tanpa
bergantung kepada orang lain.
Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah menuntut kodrat yang ada pada anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Sistem pendidikan yang dilakukan yaitu menggunakan system among atau Among Methode artinya guru itu menjaga, membina dan menididk anak dengan kasih sayang
Pendidik itu seperti petani. Petani
adalah analogi yang sangat tepat sebagai peran pendidik. Petani, dalam keseharian
mereka di sawah atau ladang, atau di kebun, adalah sosok yang sangat tangguh
dalam melaksanakan pekerjaanya.[3]
Petani, dalam kesehariannya sangat sabar dalam merawat tanaman yang ditanamnya.
Dipupuk, disiram, dijaga sedemikian rupa dengan penuh cinta. Ketika tanaman
berhasil tumbuh dengan baik dan berhasil, maka disitulah kebahagiaan petani
akan dipetik. Sebagai pendidik, kita juga harus memiliki jiwa yang sabar dalam
menuntun siswa mencapai kebahagiaan tertingginya. Dengan sabar, kelak suatu
ketika kita akan melihat anak didik kita menjadi manusia-manusia luar biasa
yang ada di masyarakat.
Konsep pendidikan yang berpihak pada murid tentu harus menjadi cambuk kepada kita semua sebagai guru, bahwa ketika mengajar di kelas, segala sesuatunya harus diupayakan berpihak pada peserta didik. Bukan berpihak kepada guru atau sekolah secara umumnya dan harus mengikuti kodrat alam dan zaman. Kodrat alam ialah keadaan yang karena sifat dan bentuk lingkungan di mana mereka berada. Kodrat zaman ialah berbicara era yang dijalani anak, sehingga edukasi di masanya menekankan pada kemampuan peserta didik yang memiliki (isi) keterampilan sesuai zamannya.[4] Pembelajaran kita di kelas, juga seharusnya menyesuaikan dengan kodrat alam. Anak dari lingkungan pantai, memiliki gaya belajar yang berbeda dengan anak dari lingkungan pegunungan. Anak juga berkembang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan sosial yang ada di masyarakat tempat ia tumbuh. Nilai-nilai luhur budaya dan sosial ini, mestinya kita jadikan pembelajaran berbasis konteks yang menarik buat siswa.
Apa yang Anda percaya tentang
murid dan pembelajaran di kelas sebelum Anda mempelajari modul 1.1?
Saya menganggap bahwa murid
adalah siswa yang belum mengenal materi, sebelum saya menjelaskan atau
menerangkan materi ajar dalam pembelajaran yang saya sampaikan. Saya melakukan
pembelajaran hanya mentransfer ilmu saja dan penilaian yang saya lakukan hanya
dari segi kognitif . Apabila siswa nilainya di atas KKM berarti sudah memenuhi
ketuntasan.
Metode pada saat pengajaran di
dalam kelas sebelum mempelajari modul 1.1. Pada saat saya melakukan
pengajaran di kelas saya menyamakan kondisi peserta didik dan tidak
mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman dari peserta didik
tersebut, dan pengajaran yang saya lakukan hanya untuk memenuhi ketercapaian KD
serta untuk memenuhi KKM saja,
Pada saat peserta didik
melakukan kesalahan seperti bolos, tidak mengerjakan tugas, bermain pada saat
jam pelajaran, tidur di kelas, dan tidak memperhatikan saat saya menjelaskan,
saya melakukan peneguran terhadap murid tersebut dengan menghukumnya sebagai
efek jera bagi mereka dan saya merasa dengan mendidik murid dengan tegas akan
dapat merubah peserta didik itu menjadi kearah yang lebih baik lagi.
Pernah suatu ketika ada beberapa
anak perempuan yang takut mengakui kesalahannya, mereka tidak mengerjakan tugas
dan tidak mampu mengakuinya akhirnya mereka bolos pelajaran saya karna takut di
marahi, Setelah itu saya panggil dan saya minta untuk menulis surah
at-Taubah beserta artinya. (XIA1)
Ada anak yang tidak mengerjakan
tugas Secara bersama dan sudah beberapa Kali saya ingatkan, tapi masih ada yang
tidak mengerjakan, pada saat itu saya minta untuk membaca istighfar 700
X (XIS3) dan masih banyak hal-hal yang saya lakukan, bukan menuntun tapi
menuntut. Bukan mengikuti kemauan peserta didik namun kemauan kita.
Saya dulu berfikir bahwa peserta
didik bisa berubah dalam sikap dan ketaatan kepada saya namun perubahan yang
terjadi cuma didasari oleh rasa takut dan bersifat sementara bukan atas
kesadaran pribadinya. Saya belum sepenuhnya menyadari akan keberadaan kodrat
alam sang anak, sehingga sering marah-marah ketika ada anak yang terkesan sulit
diajak bekerjasama dan bermalas-malasan dalam mengikuti pelajaran.
Apa yang berubah dari pemikiran
atau perilaku Anda setelah mempelajari modul ini?
Pemikiran Ki Hajar Dewantara
memberi pengaruh terhadap pemikiran saya tentang pendidikan. Pendidikan yang
dimaksudkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah memberikan tuntunan kepada murid
dengan mengarahkan murid agar mencapai keselamatan yang setinggi-tingginya baik
sebagai manusia dan juga anggota masyarakat, bukan hanya memberikan ilmu
pengetahuan saja. Pendidik harus mampu mengembangkan minat dan bakat murid
sesuai kodrat anak, yaitu kodrat alam dan kodrat zaman.
Pendidikan diibaratkan sebagai
lahan pertanian, petani diibaratkan sebagai pendidik, dan benih tanaman sebagai
muridnya. Petani dapat memanen hasil tanamannya sesuai dengan benih yang
ditanam. Akan tetapi, untuk membuat benih itu tumbuh dengan baik, petani harus
merawat tanaman itu dengan baik, dengan menyiramnya, memberi pupuk dan mengatur
cahaya matahari. Diibaratkan benih tanaman yang ditanam adalah benih padi, maka
yang dipanen petani adalah padi, tidak mungkin dapat merubah hasil tanaman
menjadi jagung atau tanaman lainnya. Begitu juga halnya pendidikan, hidup
tumbuhnya anak terletak di luar kecakapan atau kehendak kita, sehingga mereka
hidup dan tumbuh sesuai dengan kodratnya sendiri. Kita pendidik hanya mampu
menuntun tumbuh kekuatan-kekuatan kodrat itu, agar dapat memperbaiki lakunya
(bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu. Pendidik itu menuntun dan harus mampu
mengembangkan minat dan bakat murid sesuai kodrat anak.
Sebagai pendidik kita harus
menyadari bahwa pendidikan juga berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat
zaman. Kodrat alam merupakan lingkungan dimana anak berada. Dalam proses
pembelajaran, pendidik harus memperhatikan lingkungan dimana tempat tinggal
anak dan menyesuaika, adat dan budaya lokal. Sedangkan kodrat zaman pendidikan
menekankan kemampuan anak sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidik juga harus
mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sehingga dapat menuntun murid sesuai dengan kodrat zaman, dengan tetap
memperhatikan adat budaya yang berlaku di masyarakat.
Peran keluarga juga sangat
penting dalam menumbuhkembangkan motivasi dan kreativitas murid. Karena
keluarga merupakan tempat utama melatih pendidikan sosial dan karakter seorang
anak. Keluarga merupakan ruang lingkup terkecil di dalam bermasyarakat. Budi pekerti
adalah keselarasan hidup di dalam tumbuh kembangnya antara cipta, rasa, karsa
dan karya. Budi pekerti melatih anak untuk memiliki kesadaran diri yang utuh
untuk menjadi dirinya sendiri (memerdekakan) diri dan kemerdekaan orang lain.
Melalui pendidikan kita semua berharap murid-murid kita tumbuh menjadi
sebaik-baik manusia yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta berbudi
pekerti yang luhur.
Apa yang dapat saya terapkan
lebih baik agar kelas Anda mencerminkan pemikiran KHD?
Penerapan yang saya lakukan agar
pembelajaran mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah sebagai berikut :
1. Saya
harus menyadari bahwa setiap anak memiliki keunikan masing-masing. saya harus
memberikan kebebasan kepada murid untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan
bakat dan minatnya masin-masing.
2. Saya
mencoba menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, dengan mengembangkan
strategi pembelajaran yang lebih baik lagi agar dapat meningkatkan motivasi
belajar anak. Dengan memberikan permainan-permainan sesuai dengan materi pelajaran.
3. Saya
berupaya untuk melakukan pembelajaran yang berpusat pada murid, dengan
memberikan ruang kepada murid untuk mengembangkan potensi yang ada pada
dirinya, memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran. Saya sebagai pendidik hanya sebagai fasilitator yang membimbing
dan mengarahkan mereka.
4. Saya
mencoba pembelajaran yang saya lakukan tidak hanya terfokus kepada penyampaian
materi ilmu pengetahuan saja, tetapi juga perlu penanaman sikap dan budi
pekerti. Dengan memasukkan nilai-nilai agama dan kebudayaan dalam proses
belajar mengajar.
5. Saya
berharap dapat memaknai dan menerapkan semboyan Ki hajar Dewantara, yaitu Ing
Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Dari depan
saya bisa memberikan teladan, ditengah bisa menggugah semangat dan dari
belakang bisa memberikan motivasi dan dorongan.
[1] https://smpn1lubuklinggau.sch.id/berita/kisah-ki-hajar-dewantara-pahlawan-pendidikan-yang-bikin-marah-penjajah
[2] Rafael,
Simon Petrus, “Modul 1.1.
Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional- Ki Hajar Dewantara”, kementrian
pendidikan dan kebudayaan, riset dan teknologi. Hlm. 10
[3] https://www.kompasiana.com/haryantiharyanti0651/63290dc24addee210a4fc042/filosofi-pendidikan-nasional-ki-hajar-dewantara-sebuah-refleksi?page=2
[4] Ibid,. Hlm.
12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar