Minggu, 03 September 2023

1.1.a.8. Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh...

Perkenalkan nama saya Siti Zubiadah, Calon Guru Penggerak angkatan 9 dari SMAN 1 Pardasuka, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Saya akan menyampaikan Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1 yang berisi tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta, ia lahir dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Sebagai keturunan ningrat, Soewardi kecil berkesempatan menempuh pendidikan bersama anak-anak bangsa Eropa di Hindia Belanda. [1]

Ki Hajar Dewantara adalah tokoh pendidikan nasional yang pemikiran-pemikirannya telah mengubah dunia pendidikan di Indonseia sejak zaman kolonial. Lahirnya Taman Siswa pada tahun 1922 sebagai gerbang emas kemerdekaan dan kebebasan kebudayaan bangsa. Taman siswa ada sebagai jiwa rakyat untuk merdeka dan bebas. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang menjadi trilogy pendidikan Indonesia adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.

Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental , jasmani dan rohani. Pendidikan merupakan kunci dari peradaban manusia. Pendidikan adalah tempat persamaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat.[2] Pendidikan dan pengajaran yang berguna adalah pendidikan yang memerdekakan manusia. Manusia yang merdeka adalah manusia yang mampu berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain.

Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah menuntut kodrat yang ada pada anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Sistem pendidikan yang dilakukan yaitu menggunakan system among atau Among Methode artinya guru itu menjaga, membina dan menididk anak dengan kasih sayang

Pendidik itu seperti petani. Petani adalah analogi yang sangat tepat sebagai peran pendidik. Petani, dalam keseharian mereka di sawah atau ladang, atau di kebun, adalah sosok yang sangat tangguh dalam melaksanakan pekerjaanya.[3] Petani, dalam kesehariannya sangat sabar dalam merawat tanaman yang ditanamnya. Dipupuk, disiram, dijaga sedemikian rupa dengan penuh cinta. Ketika tanaman berhasil tumbuh dengan baik dan berhasil, maka disitulah kebahagiaan petani akan dipetik. Sebagai pendidik, kita juga harus memiliki jiwa yang sabar dalam menuntun siswa mencapai kebahagiaan tertingginya. Dengan sabar, kelak suatu ketika kita akan melihat anak didik kita menjadi manusia-manusia luar biasa yang ada di masyarakat.

Konsep pendidikan yang berpihak pada murid tentu harus menjadi cambuk kepada kita semua sebagai guru, bahwa ketika mengajar di kelas, segala sesuatunya harus diupayakan berpihak pada peserta didik. Bukan berpihak kepada guru atau sekolah secara umumnya dan harus mengikuti kodrat alam dan zaman. Kodrat alam ialah keadaan yang karena sifat dan bentuk lingkungan di mana mereka berada. Kodrat zaman ialah berbicara era yang dijalani anak, sehingga edukasi di masanya menekankan pada kemampuan peserta didik yang memiliki (isi) keterampilan sesuai zamannya.[4] Pembelajaran kita di kelas, juga seharusnya menyesuaikan dengan kodrat alam. Anak dari lingkungan pantai, memiliki gaya belajar yang berbeda dengan anak dari lingkungan pegunungan. Anak juga berkembang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan sosial yang ada di masyarakat tempat ia tumbuh. Nilai-nilai luhur budaya dan sosial ini, mestinya kita jadikan pembelajaran berbasis konteks yang menarik buat siswa.

 

Apa yang Anda percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum Anda  mempelajari modul 1.1?

Saya menganggap bahwa murid adalah siswa yang belum mengenal materi, sebelum saya menjelaskan atau menerangkan materi ajar dalam pembelajaran yang saya sampaikan. Saya melakukan pembelajaran hanya mentransfer ilmu saja dan penilaian yang saya lakukan hanya dari segi kognitif . Apabila siswa nilainya di atas KKM berarti sudah memenuhi ketuntasan.

Metode pada saat pengajaran di dalam kelas  sebelum mempelajari modul 1.1. Pada saat saya melakukan pengajaran di kelas saya menyamakan kondisi peserta didik dan tidak mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman dari peserta didik  tersebut, dan pengajaran yang saya lakukan hanya untuk memenuhi ketercapaian KD serta untuk memenuhi KKM saja, 

Pada saat peserta didik melakukan kesalahan seperti bolos, tidak mengerjakan tugas, bermain pada saat jam pelajaran, tidur di kelas, dan tidak memperhatikan saat saya menjelaskan, saya melakukan peneguran terhadap murid tersebut dengan menghukumnya sebagai efek jera bagi mereka dan saya merasa dengan mendidik murid dengan tegas akan dapat merubah peserta didik itu menjadi kearah yang lebih baik lagi.

Pernah suatu ketika ada beberapa anak perempuan yang takut mengakui kesalahannya, mereka tidak mengerjakan tugas dan tidak mampu mengakuinya akhirnya mereka bolos pelajaran saya karna takut di marahi,  Setelah itu saya panggil dan saya minta untuk menulis surah at-Taubah beserta artinya. (XIA1)

Ada anak yang tidak mengerjakan tugas Secara bersama dan sudah beberapa Kali saya ingatkan, tapi masih ada yang tidak mengerjakan, pada saat itu  saya minta untuk membaca istighfar 700 X  (XIS3) dan masih banyak hal-hal yang saya lakukan, bukan menuntun tapi menuntut. Bukan mengikuti kemauan peserta didik namun kemauan kita.  

Saya dulu berfikir bahwa peserta didik bisa berubah dalam sikap dan ketaatan kepada saya namun perubahan yang terjadi cuma didasari oleh rasa takut dan bersifat sementara bukan atas kesadaran pribadinya. Saya belum sepenuhnya menyadari akan keberadaan kodrat alam sang anak, sehingga sering marah-marah ketika ada anak yang terkesan sulit diajak bekerjasama dan bermalas-malasan dalam mengikuti pelajaran. 

 

Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku Anda setelah mempelajari modul ini?

Pemikiran Ki Hajar Dewantara memberi pengaruh terhadap pemikiran saya tentang pendidikan. Pendidikan yang dimaksudkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah memberikan tuntunan kepada murid dengan mengarahkan murid agar mencapai keselamatan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia dan juga anggota masyarakat, bukan hanya memberikan ilmu pengetahuan saja. Pendidik harus mampu mengembangkan minat dan bakat murid sesuai kodrat anak, yaitu kodrat alam dan kodrat zaman.

Pendidikan diibaratkan sebagai lahan pertanian, petani diibaratkan sebagai pendidik, dan benih tanaman sebagai muridnya. Petani dapat memanen hasil tanamannya sesuai dengan benih yang ditanam. Akan tetapi, untuk membuat benih itu tumbuh dengan baik, petani harus merawat tanaman itu dengan baik, dengan menyiramnya, memberi pupuk dan mengatur cahaya matahari. Diibaratkan benih tanaman yang ditanam adalah benih padi, maka yang dipanen petani adalah padi, tidak mungkin dapat merubah hasil tanaman menjadi jagung atau tanaman lainnya. Begitu juga halnya pendidikan, hidup tumbuhnya anak terletak di luar kecakapan atau kehendak kita, sehingga mereka hidup dan tumbuh sesuai dengan kodratnya sendiri. Kita pendidik hanya mampu menuntun tumbuh kekuatan-kekuatan kodrat itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu. Pendidik itu menuntun dan harus mampu mengembangkan minat dan bakat murid sesuai kodrat anak.

Sebagai pendidik kita harus menyadari bahwa pendidikan juga berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam merupakan lingkungan dimana anak berada. Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memperhatikan lingkungan dimana tempat tinggal anak dan menyesuaika, adat dan budaya lokal. Sedangkan kodrat zaman pendidikan menekankan kemampuan anak sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidik juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat menuntun murid sesuai dengan kodrat zaman, dengan tetap memperhatikan adat budaya yang berlaku di masyarakat.

Peran keluarga juga sangat penting dalam menumbuhkembangkan motivasi dan kreativitas murid. Karena keluarga merupakan tempat utama melatih pendidikan sosial dan karakter seorang anak. Keluarga merupakan ruang lingkup terkecil di dalam bermasyarakat. Budi pekerti adalah keselarasan hidup di dalam tumbuh kembangnya antara cipta, rasa, karsa dan karya. Budi pekerti melatih anak untuk memiliki kesadaran diri yang utuh untuk menjadi dirinya sendiri (memerdekakan) diri dan kemerdekaan orang lain. Melalui pendidikan kita semua berharap murid-murid kita tumbuh menjadi sebaik-baik manusia yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta berbudi pekerti yang luhur.

Apa yang dapat saya terapkan lebih baik agar kelas Anda mencerminkan pemikiran KHD?

Penerapan yang saya lakukan agar pembelajaran mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah sebagai berikut :

1.  Saya harus menyadari bahwa setiap anak memiliki keunikan masing-masing. saya harus memberikan kebebasan kepada murid untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya masin-masing.

2.   Saya mencoba menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, dengan mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih baik lagi agar dapat meningkatkan motivasi belajar anak. Dengan memberikan permainan-permainan sesuai dengan materi pelajaran.

3.    Saya berupaya untuk melakukan pembelajaran yang berpusat pada murid, dengan memberikan ruang kepada murid untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Saya sebagai pendidik hanya sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan mereka.

4.   Saya mencoba pembelajaran yang saya lakukan tidak hanya terfokus kepada penyampaian materi ilmu pengetahuan saja, tetapi juga perlu penanaman sikap dan budi pekerti. Dengan memasukkan nilai-nilai agama dan kebudayaan dalam proses belajar mengajar.

5.   Saya berharap dapat memaknai dan menerapkan semboyan Ki hajar Dewantara, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Dari depan saya bisa memberikan teladan, ditengah bisa menggugah semangat dan dari belakang bisa memberikan motivasi dan dorongan.

 

 

 

 



[2] Rafael, Simon Petrus, “Modul 1.1. Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional- Ki Hajar Dewantara”, kementrian pendidikan dan kebudayaan, riset dan teknologi. Hlm. 10

[3] https://www.kompasiana.com/haryantiharyanti0651/63290dc24addee210a4fc042/filosofi-pendidikan-nasional-ki-hajar-dewantara-sebuah-refleksi?page=2

[4] Ibid,. Hlm. 12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Prinsip Menggambar Model

Konsep dan Prosedur Menggambar Model      Model bentuk tiga dimensi meliputi benda berbentuk kubis seperti meja, kursi, lemari, bak sampah...